Oleh: M.Arif Romadoni | 2 Juni 2012

Ini Cerita Siswi Nilai UN Tertinggi se-Indonesia

Belum usai konferensi pers yang digelar SMK 2 Semarang, Mutiarani sudah kebelet ke belakang. Siswa kelas XII akuntansi sekolah tersebut harus meninggalkan ruang konferensi pers karena ingin segera ke toilet. “Dia kayaknya nervous dan agak takut karena anaknya memang penakut dan minderan,” kata Sri Sulasmi, guru akuntansi di sekolah yang terletak di Jalan Dr Cipto, Semarang, tersebut.

Konferensi pers Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang untuk mengumumkan kelulusan ujian nasional sekolah tingkat SMA itu dilakukan di SMK 2 Semarang karena di sekolah ini ada seorang siswi yang berhasil meraih nilai tertinggi tingkat nasional. Mutiarani berhasil menyisihkan jutaan peserta ujian nasional se-Indonesia lainnya. Siswa berkulit cokelat dengan rambut sebahu itu memperoleh nilai di atas angka 9 untuk semua mata pelajaran dalam ujian nasional.

Prestasi itu pun membuat pihak sekolah kaget. “Ini di luar prediksi kami,” kata Sri Sulasmi. Mutiarani juga kaget atas prestasinya. “Saya tak menyangka seperti ini. Dalam proses belajar, saya juga bersama dengan teman-teman yang lain,” katanya.

Apalagi, kata Kepala Sekolah SMK 2 Semarang, selama ini Mutiarani tak pernah ranking I di sekolahnya. Waktu kelas I dan II, dia hanya menyabet ranking II. Selain itu, sosok Mutiarani juga tak pernah ikut dalam ajang-ajang lomba di luar sekolah.

Tapi kini semua nilai ujian anak Setuk, RT 6 RW 4 Pudakpayung, Kota Semarang, tersebut di atas sembilan. Nilai ujian nasional mata pelajaran bahasa Indonesia adalah 9,8; bahasa Inggris 9,8; matematika 10; kompetensi akuntansi 9,0; sehingga kalau ditotal 38,60.

Sedangkan nilai di sekolah adalah 36,34, dengan rincian nilai bahasa Indonesia 9,02; bahasa Inggris 9,10; matematika 9,19; serta kompetensi keahlian 9,03. Jika dua nilai itu dikombinasikan dengan formula 60:40, maka nilai akhir Mutiarani adalah 37,70, dengan rincian nilai bahasa Indonesia 9,5; bahasa Inggris 9,5; matematika 9,7; serta kompetensi keahlian 9,0.

Meski nilai pelajaran matematika ada yang 10, pelajaran inilah yang sebenarnya membuat Mutiarani tegang pada saat menggarapnya. “Soal-soalnya sulit,” kata cewek kelahiran Semarang, 27 November 1994, ini.

Sebab mata pelajaran matematika juga butuh ketelitian. Mata pelajaran lain yang dianggapnya sulit adalah aahasa Indonesia.

Secara ekonomi, Mutiarani berasal dari keluarga pas-pasan. Ayahnya, Juwarto, seorang buruh yang sudah meninggal pada 2007 lalu karena sakit. Sedangkan ibunya, Sutarmi, 58 tahun, sehari-hari hanya bekerja sebagai pembantu serabutan di rumah tetangganya.

Upah yang didapatkan Sutarmi hanya Rp 150 ribu per pekan atau Rp 600 ribu per bulan. Jauh di bawah upah minimum Kota Semarang yang menyentuh angka Rp 990 ribu.

Mutiarani merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Kini di rumahnya ia tinggal bersama ibu dan dua kakaknya yang juga semua perempuan. Biaya sekolah sebesar Rp 150 ribu per bulan ditanggung bersama-sama dengan kakaknya, yang masing-masing bekerja sebagai buruh garmen dan di kasir bengkel. Karena pas-pasan, uang SPP-nya pun sering menunggak. “Kadang (nunggak) dua bulan, kadang tiga bulan,” kata dia.

Pada saat masuk di SMK 2, Mutiarani dikategorikan sebagai siswa miskin. Ia dibebaskan membayar uang gedung Rp 3,5 juta dengan menggunakan bukti kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).

Mutiarani yang dikenal pendiam adalah pemuja klub asal Spanyol, Barcelona. Setiap akhir pekan, dia selalu begadang untuk menonton aksi Lionel Messi dan kawan-kawan itu. Tapi, khusus pada saat pelaksanaan ujian nasional, ia tak bisa menonton sepak bola. “Remote televisinya diumpetkan ibu,” kata cewek mungil yang juga penggemar tim Spanyol ini. Selain hobi menonton bola, Mutiarani juga hobi mendengarkan musik.

Kini Mutiarani ingin melanjutkan kuliah ke jenjang perguruan tinggi. “Keinginan kuliah tetap ada, tapi menyesuaikan dengan kondisi keluarga. Kalau tidak kuat kuliah, ya mungkin cari kerja dulu,” kata Mutiarani terbata-bata.

Dalam angan-angannya, Mutiarani ingin kuliah di Universitas Diponegoro yang lokasi kampusnya dekat dengan rumahnya.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang Bunyamin berjanji akan mengusahakan beasiswa untuk Mutiarani. Salah satunya melalui program Bidik Misi yang dilakukan Kementerian Pendidikan Nasional. “Kita akan damping terus dan kita komunikasikan dengan perguruan tinggi,” kata Bunyamin. Dinas Pendidikan juga akan membuat surat keterangan tentang prestasi yang sudah diraih Mutiarani.

ROFIUDDIN

sumber: http://www.tempo.co


Tinggalkan komentar

Kategori